Recht : Sumber Hukum




SUMBER HUKUM

Sumber Hukum adalah “mata air” atau tempat dimana dapat ditemukannya hukum. Menurut E. Utrecht sumber hukum terbagi dua, yakni sumber hukum material dan sumber hukum formal yang bersifat saling melengkapi.

 

SUMBER HUKUM MATERIAL

Sumber hukum material adalah sumber hukum yang bersumer dari nilai-nilai non yuridis yang hidup di dalam masyarakat, seperti nilai historis, nilai sosiologis, dan nilai filosofis yang menjadi determinan material terbentuknya hukum.

Sedangkan, sumber hukum formal adalah sumber hukum yang bersumber dari Undang-undang, Kebiasaan, Traktat, Yurisprudensi, dan Doktrin atau pendapat para sarjana yang menjadi determinan formal terbentuknya hukum.


Undang-undang adalah suatu rangkaian peraturan-peraturan yang bersumber dari peraturan tertulis yang dibentuk oleh organ-organ yang dinyatakan berwenang.”. Di dalam Undang-undang, ada asas-asas perundangan yang harus diikuti, yakni Lex Superior Derogat Legi Inferiori, Lex Specialis Derogat Legi Generalis dan Lex Posteriori Derogar Legi Priori. Di dalam praktik hukum tata negara Indonesia, asas ini dapat ditemukan di Pasal 7 ayat 1 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan yang berbunyi jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri : 1) UUD 1945; 2) Tap MPR; 3) UU atau Perpu; 4) Peraturan Pemerintah; 5) Peraturan Presiden; 6) Perda Provinsi; 7) Perda Kab/Kota.


Kebiasaan adalah suatu rangkaian peraturan-peraturan yang bersumber dari tingkah laku manusia yang dilakukan secara berulang-ulang. Di dalam praktik hukum Indonesia, kebiasaan sebagai sumber hukum juga diakui berdasarkan Pasal 18B ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”. Hukum kebiasaan adalah suatu rangkaian peraturan-peraturan yang tidak dibentuk oleh organ perundang-undangan, melainkan adanya sociale werkelijkheid (keadaan masyarakat yang nyata). Adapun hukum kebiasaan yang berlaku secara publik maupun perdata. Dalam wilayah publik, misalnya kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat, kegiatan roda atau sistem keamanan keliliing yang disepakati oleh masyarakat dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sedangkan dalam wilayah perdata, misalnya penggunanaan materai bukan syarat sahnya suatu perbuatan perjanjian antar pihak melainkan sebagai kewajiban (pajak) bagi warga Negara dalam membuat dokumen resmi sebagaimana diatur di Pasal 8 UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Bahkan dapat dilakukan pemberian materai ulang berdasarkan Pasal 8 UU No. 13 Tahun 1985 tentang tentang Bea Materai.

 

Di dalam praktik hukum Indonesia, adapun hukum kebiasaan sudah dikonversi menjadi hukum nasional atau undang-undang. Misalnya Pasal 13 Qanun Aceh No. 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat & Adat Istiadat yang menyebutkan ada 18 jenis perkara, seperti pencurian hewan ternak, pembakaran hutan, pencemaran nama baik dan sebagainaya yang dapat diselesaikan secara hukum adat. Serta Pasal 16 yang menyebutkan ada 16 sanksi adat yang dapat dijatuhkan.


Traktat adalah suatu rangkaian peraturan-peraturan yang bersumber dari perjanjian antara dua Negara atau lebih. Traktat juga memiliki daya mengikat, dasarnya adalah adagium (pepatah) atau asas yang menyatakan “pacta sunt servanda” artinya setiap perjanjian mengikat sebagai hukum bagi pihak-pihak yang membuatnya. Di dalam tata hukum Indonesia, asas Pacta Sunt Servanda juga terdapat di dalam Pasal 1338 Ayat 1 KUHPerdata atau Burgelijk Wetboek yang berbunyi “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”. Syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata yang menegaskan “1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri; 2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3) Suatu hal tertentu; 4) suatu sebab yang halal.”


Yurisprudensi adalah suatu rangkaian peraturan-peraturan yang bersumber dari keputusan hakim terdahulu dalam menyelesaikan suatu perkara yang tidak diatur di dalam Undang-undang yang kemudian dijadikan sebagai pedoman bagi hakim dalam menyelesaikan jenis perkara yang sama. Yurisprudensi juga memiliki daya mengikat, dasarnya adalah adagium atau asas yang menyatakan “ubi societas ibi ius” artinya dimana ada masyarakat di situ ada hukum. Di dalam tata hukum Indonesia, asas Ubi Societas Ibi Ius juga terdapat di dalam Pasal 10 Ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara, mengadili perkara dan memutuskan perkara yang diajukan dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas (kabur), melainkan wajib memeriksa serta mengadilinya.” Pasal 5 ayat 1 yang menegaskan “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat.”


Doktrin adalah ketentuan-ketentuan yang bersumber dari pendapat atau karya ilmiah dari para ahli hukum yang sebagai pedoman dalam eksistensi atau kemunculan hukum. Di dalam praktik hukum ketatanegaran Indonesia, doktrin dari Motesquieu yaitu “Trias Politica” membagi kekuasaan menjadi 3 bagian yang diterapkan di Indonesia, yaitu : (1) Kekuasaan Eksekutif, kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang; (2) Kekuasaan Legislatif, kekuasaan untuk membuat undang-undang; (3) Kekuasaan Yudikatif, kekuasaan untuk mengawasi undang-undang.


Penulis : Muhammad Rizal

Editor : Muhammad Rizal

Referensi : berbagai sumber

Recht : Sumber Hukum Recht : Sumber Hukum Reviewed by Muhammad Rizal on February 27, 2016 Rating: 5

No comments

Recent Posts

Comments