Recht : Filsafat Hukum
Istilah Filsafat
Hukum dalam Bahasa Indonesia merupakan
terjemahan istilah dari bahasa asing yaitu Philosophy
of Law atau Rechts Filosofie. Menurut Mochtar
Kusumaatmadja, lebih tepatnya menerjemahkan Filsafat Hukum sebagai padanan istilah
dari istilah Philosophy of Law atau Rechts Filosofie daripada istilah Legal Philosophy. Istilah Legal menurut Legal Philosophy serupa pengertiannya
dengan Undang-Undang atau hal-hal yang
bersifat legal atau resmi, jadi dapat dikatakan kurang tepat bila digunakan
untuk peristilahan yang serupa dengan Filsafat Hukum. Hal ini tentu
didasarkan pada argumentasi atau pernyataan bahwa
hukum bukan hanya sebuah Undang-Undang saja dan hukum bukan pula hal-hal yang sifatnnya
resmi belaka. Secara sederhana bisa dikatakan
bahwa Filsafat Hukum adalah sebuah cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah
laku (etika) yang mempelajari
tentang hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum adalah salah satu ilmu yang mempelajari mengenai hukum secara filosofis.
Objek filsafat hukum
adalah hukum. Objek tersebut dapat dikaji secara mendalam sampai
ke akarnya atau dasarnya yang disebut dengan hakikat. Adapun aliran-aliran
filsafat hukum, seperti aliran hukum alam, aliran hukum positif, .
Aliran Hukum Alam
Aliran ini hadir karena timbulnya
kegagalan umat manusia dalam mencari,
menelusuri atau mendapatkan keadilan
yang mutlak atau absolut. Hukum alam yang
dimaksud dipandang sebagai hukum yang berlaku secara universal dan abadi. Berdasarkan
sumbernya, Aliran Hukum Alam dapat dibagi menjadi Aliran hukum
alam irasional dan Aliran hukum
alam rasional. Yang dimaksud
dengan Aliran hukum alam irasional
berpandangan bahwa hukum
yang berlak secara universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Sedangkan,
aliran hukum alam yang rasional berpandangan bahwa sumber hukum yang berlaku secara universal
dan abadi itu bersumber dari rasio manusia.
Aliran Hukum Positif
Positivisme hukum atau Aliran Hukum Positif berpadangan bahwa perlu
adanya pemisahan antara hukum dan moral (antara
das sein dan das sollen, antara hukum yang berlaku
dan hukum yang seharusnya). Berdasarkan coraknya, Positivisme hukum dapat dibagi menjadi Aliran Hukum Positif Analitis dan Aliran Hukum Murni. Yang dimaksud Aliran Hukum Positif Analitis atau Analytical Jurisprudenceo yang
dikemukakan oleh John Austin (1790-1859)
berpandangan bahwa Hukum adalah sebuah perintah dari penguasa Negara. Dikarenakan
menurutnya hakikat hukum, terletak pada unsur “perintah” tersebut. Dalam pandangannya, Hukum sebagai suatu sistem yang tetap, logis dan
tertutup. Sedangkan, Aliran Hukum Murni yang
dikemukakan oleh Hans Kelsen (1881-1973), Menurutnya, hukum haruslah dibersihkan dari anasir-anasir yang sifatnya nonyuridis, seperti unsur politis,
sosiologis, historis, termasuk etis. Dalam pandangannya,
hukum adalah suatu keharusan yang dapat mengatur tingkah laku atau perbuatan manusia sebagai makhluk yang rasional. Dalam hal ini yang
dipersoalkan atau dipermasalahkan oleh
hukum bukanlah tentang “bagaimana hukum itu seharusnya atau what the law thought
to be”, tetapi
“apa hukumnya atau what the law is”.
Utilitarianisme
Aliran Utilitarianisme atau Utilisme merupakan aliran
yang meletakkan suatu kemanfaatan sebagai
tujuan hukum. Kemanfaatan yang dimaksud sebagai kebahagiaan atau happiness. Jadi, baik dan buruknya atau
adil dan tidaknya dari suatu hukum, didasarkan kepada apakah hukum tersebut memberikan
kemanfaatan atau kebahagiaan kepada
manusia atau tidak. Kebahagiaan ini dalam selayaknya dapat dinikmati
atau dirasakan oleh setiap orang atau
individu.
Mazhab Sejarah
Kemunculn aliran mazhab sejarah yang dipelopori oleh Friedrich
Carl von Savigny (1779-1861) melalui karya tulisannya yang berjudul
Von Beruf unserer Zeit fur Gesetzgebung und Rechtwissenschaft ya artinya Tentang Pekerjaan pada Zaman Kita
di Bidang Perundang-undangan dan Ilmu Hukum. Adapun pokok-pokok aliran mazhab
historis yang diuraikan oleh Savigny dan beberapa pengikutnya yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, Hukum ditemukan bukan dibuat karena pertumbuhan hukum pada dasarnya merupakan
proses yang tidak disadari, namun organis. Kedua, Undang-undang tidak dapat diberlakukan atau diterapkan secara universal. Masyarakat mengembangkan tingkah laku
atau kebiasaannya sendiri karena memiliki bahasa adat-istiadat dan konstitusi yang bersifat khas. Savigny berpandangan
bahwa bahasa dan hukum adalah setara atau sejajar juga tidak bisa diterapkan pada masyarakat yang lain dan
daerah-daerah yang lain.
Sociological
Jurisprudence
Aliran Sociological
Jurisprudence, menurut aliran ini berpandangan bahwa hukum yang berlaku
haruslah hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Aliran Sociological Jurisprudence memisahkan
secara tegas antara hukum positif atau the
positive law dan hukum yang hidup atau the living
law. Dalam pandangannya Aliran Sociological Jurisprudence justru
berbeda dengan sosiologi hukum. Dengan pemikiran demikian, sosiologi hukum merupakan suatu
cabang sosiologi yang mempelajari mengenai hukum sebagai gejala
atau fenomena sosial, sedangkan Sociological Jurisprudence merupakan suatu mazhab atau
aliran dalam filsafat hukum yang mempelajari mengenai pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat dan begitu juga sebaliknya.
Editor :
Muhammad Rizal
Referensi : Serlika Aprita & Rio Adhitya. Filsafat Hukum. Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2020.
No comments